Setiap negara yang berdaulat memiliki sebuah dasar hukum, maka dasar hukum negara Indonesia merupakan Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan landasan yuridis konstitusional dapat disebut juga sebagai Ideologi Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara berfungsi sebagai dasar untuk mengatur jalannya pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Selai itu Pancasila memiliki kedudukan dan fungsi sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bersifat tetap dan tidak bisa diganggu gugat, termasuk oleh lembaga MPR/DPR, Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, maupun Rakyat.
Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki kekuatan mengikat secara hukum sehingga semua peraturan hukum/ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila harus dicabut dan tidak boleh disahkan, termaksuk yang kemaren-kemaren hangat diperbicangkan mengenai RUU Haluan Ideologi Pancasila, mengapa hal tersebut ditolak oleh sebagian rakyat Indonesia karena Ideologi Pancasila sudah ada dan sudah terbentuk sejak dahulu, sehingga tinggal pengaplikasiannya saja dalam kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Sehingga Pancasila benar-benar menjadi sebuah pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pandangan hidup bangsa Indonesia sejak dahulu sudah memiliki sebuah pedoman, petunjuk, atau pegangan dalam kehidupan sehari-hari, Way of life bangsa Indonesia yang tidak akan pernah telepas dari pokok ajaran Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, Keadilan. Dalam artian ini setiap aktifitas manusia Indonesia harus berdasarkan pada sila-sila tersebut.
Pancasila disusun berdasarkan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat Indonesia. Sedemikian mendasarnya nilai-nilai Pancasila dalam menjiwai dan memberikan karakter atau kepribadian sehingga pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup adalah dapat dimaklumi sebagaimana ladzimnya, sehingga memberikan pemahaman bahwa Pancasila sebagai dasar negara telah memberikan fungsi yang positif.
Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Pancasila memiliki empat fungsi pokok dalam kehidupan bernegara, antara lain :
1. Mempersatukan bangsa, memelihara, dan mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
2. Berfungsi sebagai tutor membimbing dan mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya (Pancasila menjadi sumber motivasi dan tekad perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya, menggerakan bangsa Indonesia melakukan pembangunan sehingga mampu bersaing dan berkontribusi secara nyata);
3. Memberikan tekad untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa Indonesia sehingga menjadi ciri khas karakter bangsa Indonesia.
4. Menjadi suluh penerang pada kenyataan yang ada serta mengkritisi upaya perwujudan cita-cita yang terkandung dalan Pancasila.
Perwujudan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi bangsa mengandung nilai-nilai serta gagasan dasar yang dijabarkan lebih mendalam pada sikap, prilaku, dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi memiliki sifat khas (menyeluruh dalam satu kesatuan "Bhineka Tunggal Ika") yang hanya berlaku bagi bangsa Indonesia yang tercermin dalam kehidupan. Selain itu ideologi Pancasila memiliki sifat aktual, dinamis (mengikuti perkembangan zaman), antisifatif (mengantisipasi kemungkinan hal-hal negatif yang dapat merusak kepribadian bangsa) akan tetapi hal-hal yang bersifat positif dapat disesuaikan misalnya ilmu pengetahuan, teknologi, budaya yang mengutamakan aspirasi bangsa Indonesia atau rakyat Indonesia. Penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan Ideologi Terbuka akan tetapi aktif.
Keterbukaan ideologi Pancasila bukan serta merta dapat merubah nilai-nilai dasar yang terkandung pada Pancasila itu sendiri, namun menyesuaikan wawasannya kearah yang lebih konkrit, sehingga tidak terlalu kaku membeku, serta tidak menghasilkan sebuah gagasan, justru sebaliknya Ideologi Pancasila akan memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan sebuah persoalan actual yang senantiasa akan berkembang mengikuti perkembangan aspirasi rakyat Indonesia, perkembangan zaman, teknologi, ilmu pengetahuan dan informasi.
Berikut perbedaan antara ideologi terbuka dan ideologi tertutup :
IDEOLOGI TERBUKA |
IDEOLOGI TERTUTUP |
|
|
Bersifat inklusif, dalam arti memiliki ciri khas yang tidak ditemui pada bangsa lain, karena merupakan cita-cita yang sudah hidup dan berkembang dalam masyarakat, berdasarkan bukti sejarah yang valid. Operasional cita-cita yang akan dicapai tidak ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis. |
Bersifat dogmatis dan apriori, dalam arti nilai mempercayai sesuatu keadaan tanpa data yang valid, masa bodoh, tidak menganggap penting, karena bukan termasuk cita-cita yang hidup di masyarakat. |
Tidak totaliter, berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat tanpa ada paksaan dari pihak penguasa, karena nilai dan cita-cita dalam ideologi bersumber dari masyarakat/rakyat itu sendiri. |
Nilai dan Cita-cita kelompok elit tertentu dipaksakan berlaku dan diparuhi oleh masyarakat secara otoriter dan totaliter yang menyangkut seluruh aspek kehidupan. |
Hanya berada dalam pemerintahan yang demokratis, karena ideologi itu sendiri berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan hasil musyawarah dan consensus masyarakat (wakil-wakil rakyat). Oleh karenanya tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. |
Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh dipermasalahkan berdasarkan nilai-nilai atau prinsip moral lain. Kepercayaan dan kesetiaan yang kaku dan monoton. |
Bersifat dinamis dn reformis, Ideologi ini biasanya merupakan ideologi yang berisi suatu orientasi dasar, sedangkan penerjemahan kedalam tujuan dan norma social politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat./td>
| Filsafat yang menentukan tujuan, norma politik dan norma social yang dinyatakan sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi, melainkan harus dipatuhi. Filsafat yang tertiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak. |
Menurut DR. AFIAN, suatu ideologi perlu mengandung tiga dimensi penting di dalam dirinya supaya ia dapat memelihara relevansinya yang tinggi/kuat terhadap perkembangan aspirasi masyarakatnya dan tuntutan perubahan zaman. Kehadiran ketiga dimensi yang saling berkaitan tersebut, saling mengisi dan saling menguatkan itu akan menjadikan suatu ideologi yang kenyal dan tahan uji dari masa ke masa sesuai perkembangan zaman.
Berikut ketiga dimesi tersebuta yaitu realita, idealisme, dan fleksibelitas :
1. Dimensi Realita
Bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu secara real berakar dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalamannya sejarahnya.
2. Dimensi Idealisme
Bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme bukan angan yang sekedar memberikan harapan tentang cita-cita dan masa depan yang lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannya dalam praktik kehidupan bersama mereka sehari-hari dengan berbagai dimensi.
3. Dimensi Flesibelitas (Pengembangan)
Bahwa ideologi tersebut memiliki keluasan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat karakter yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Maka selanjutnya dikemukakan bahwa esensi sebuah ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal. Dinamika internal itu membawa peluang pada masyarakat yang menganutnya untuk mengembangkan pemikiran baru yang relevan dan sesuai dengan kenyataan dari masa ke masa. Hal demikian itu akan membuat ideologi tersebut selalu update dan actual. Selanjutnya dikatakan bahwa ideologi terbuka membutuhkan adanya dialog atau komunikasi yang terus menerus tentang isi nilai yang terkandung di dalamnya dengan realita yang ada pada masyarakat. Dengan demikian, kita tidak perlu khawatir akan terjatuh dalam pragmatisme pembangunan tanpa menghiraukan nilai ideologi itu sendiri, tetapi juga tidak perlu takut untuk menjadi dogmatisme ideologi tanpa memperhatikan realita.
Keterbukaan ideologi bukan saja merupakan suatu penegasan kembali dari pola pikir yang dinamis dari para pendiri Negara Indonesia pada tahun 1945, tetapi juga merupakan suatu kebutuhan konseptual dalam dunia modern yang berubah dengan cepat. Dengan menegaskan Pancasila sebagai ideologi terbuka, di satu sisi kita diharuskan mempertajam kesadaran dan menghayati setiap nilai-nilai yang terkandung dalam dasar sila Pancasila itu sendiri yang sifatnya absolut. Dilain pihak kita didorong untuk terus merawat dan mengambangkan secara kreatif dan dinamis untuk menjawab tantangan dan kebutuhan zaman.
Perlu diperhatikan secara luas bahwa pengertian "Ideologi Terbuka" memang bisa diartikan dengan berbagai macam pengertian, namun pengertian terbuka dalam Ideologi Pancasila adalah terbuka untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar, budaya, agama, adat istiadat, tatanan nilai isntrumentalnya dan bukan pada tatanan nilai dasarnya yaitu kelima dasar negara.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, meliputi pandangan bangsa Indonesia tentang kemerdekaan, tentang cita-cita nasional, tentang pengabdian kepada Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, tentang dasar negara, tentang sumber kedaulatan rakyat dan tentang tujuan nasional, sudah kita tempatkan sebagai aksioma yang tidak akan kita pertanyakan lagi, tinggal bagaimana kita sebagai bangsa Indonesia untuk menjalankan dan menerapkannya dalam kehidupan.
Namun Undang-undang dan peraturan perundang-undangan bukan saja boleh, tetapi perlu ditinjau secara berkala agar tetap aktual dan sesuai dengan dimamika perkembangan rakyat Indonesia.
Nilai-nilai yang terkendung dalam Ideologi pancasila, meliputi tiga nilai berikut :
1. Nilai Dasar
Nilai ini merupakan nilai-nilai dasar yang relatif tetap (tidak berubah) yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai dasar yang termuat dalam Pancasila yakni nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Nilai dasar tersebut bersifat filosofis dan fundamental dari penjabaran yang mendalam lebih lanjut menjadi nilai instrumental dan nilai praktis yang lebih bersifat fleksibel dalam bentuk norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, beragama, dan berbudaya.
2. Nilai Instrumental
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, membutuhkan definisi penjabaran yang lebih lanjut sebagai arahan atau pendoman untuk kehidupan rakyat Indonesia. Penjabaran lanjut itulah yang disebut nilai instrumental yang harus tetap mengacu pada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu dapat dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan batas yang memungkinkan oleh nilai-nilai dasar. Penjabaran tersebut jelas tidak boleh bertentangan serta bersinggungan dengan nilai-nilai dasar yang dijabarkan.
Dokumen konstitusional yang disediakan untuk penjabaran secara kreatif dan dinamis dari nilai-nilai dasar itu adalah Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan, serta kebijakan yang menjadi tolak ukur kebenaran dalam nilai dasar Pancasila adalah kebersamaan, kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, gagasan atau pendapat perorangan serta golongan yang pada akhirnya menjadi kesepakatan bersama dalam menentukan sikap, baik bersifat formal maupun informal.
3. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan, Nilai dasar maupun nilai instrumental betapa luhur dan agungnya masih berada dalam kawasan yang bersifat abstrak, berlum oprasional. Nilai tersebut seyogyanya memiliki semangat yang sama dengan nilai dasar dan nilai instrumental. Maka dalam rangka oprasionalisasi nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental Pancasila diperlukan sebuah petunjuk teknis yang memiliki nila praksis, kebiasaan, adat istiadat yang tidak bertentangan dengan Pancasila. Nilai-nilai praksis Pancasila tercermin dalam azaz gotong royong, azaz kekeluargaan, azaz kebersamaan dan persatuan, azas ketuhanan, dan azas-azas lainnya yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Setelah kita memahami secara jelas nilai-nilai tersebut maka tinggal bagaimana kita sebagai bangsa Indonesia menerapkan Pancasila itu dalam kehidupan, tidak menjadikan Pancasila hanya sebagai simbol perlambangan biasa yang tidak memiliki nilai.
Related Posts: