Di hulu sebuah bukit berderet-deret pohon beringin sepanjang jalan menuju rumah Mbah Sutijo seorang paranormal yang konon bisa menetralisir gangguan makluk tak kasap mata, Mbah Sutijo sudah sejak usia 20 Tahun menempati wilayah yang sekarang dia jadikan sebagai sebuah tempat praktek pengobatanya, saat ini Mbah Sutijo berusia hampir delapan puluh tahun kurang tiga ratus enam puluh hari lagi genap ia berusia delapan puluh tahun. Dengan usia yang sudah tak lagi muda Mbah Sutijo tetap bersemangat melayani tamu-tamunnya yang datang menemuinya sekedar untuk menginap atau berkonsultasi.
Mbah Sutijo orangnya sangat ramah pada siapa saja baik itu anak muda ataupun orang yang sudah tua, oleh panduduk lokal Mbah Sutidjo akrap disapa dengan sebutan Mbah Ijo. Mungkin penduduk setempat menamainya berdasarkan apa yang mereka amati serta cermati terhadap sosok Mba Sutijo yang selalu mengenakan baju jubah berwarna hijau tua, Mbah Sutijo tertarik pada sesuatu benda-benda yang berwarna hijau, tak heran semua koleksi benda-benda di rumahnya dipenuhi berbagai ornament berwana hijau, mulai dari kursi yang dicat hijau, dinding yang dicat hijau, dan yang paling Mbah Sutijo sukai dari semua koleksi benda-benda tersebut adalah lukisan gadis cantik yang mengenakan mahkota berjalan diatas permukaan laut dialah sosok ratu pantai selatan.
Lukisan itulah yang paling dia keramatkan dibanding barang keramat miliknya yang lain, Mbah Sutijo selalu menceritakan pada setiap tamu yang datang mengenai lukisan ratu pantai selatan yang berdimesi 60 cm x 100 cm di sebuah dinding ruang tamu miliknya, Mbah Sutijo mengaku kalau lukisan itu seperti memiliki aura magic yang sangat dahsyat, bahkan konon katanya ketika bulan purnama tiba disekitar rumahnya seperti ada suara-suara riuh ombak, suara kereta kencana lalu angin yang menghembus disekitar rumahnya tertuju pada lukisan dinding ruang tamu seolah lukisan itu memusatkan energy alam, menyeret untuk masuk dalam dimensi lain.
Belica, Aster, dan Zerik terdiam mendengar cerita lukisan dinding beraura magic yang diceritakan Mbah Sutijo, mereka bertiga merupakan seorang traveling yang secara tidak sengaja berkunjung di dusun tempat Mbah Sutijo, mereka bertiga memang memiliki hobi sebagai seorang petualang. Meraka sebenarnya mengunjungi dusun tersebut memiliki misi untuk mengeksplorasi objek-objek potensi wisata Nusantara yang belum terjamah oleh banyak pariwisata bahkan belum pernah sekalipun di eksplor media. Dilain sisi mereka bertiga memiliki misi rahasia yaitu menemukan seseorang yang bisa mengatasi gangguan yang sering dialami oleh Belica.
Belica merupakan seorang gadis cantik yang memiliki darah Sunda-Jawa, usianya sekarang kurang lebih 23 Tahun. Belica merupakan gadis tomboy yang berani adu jotos dengan para pria genit yang suka mengganggunya, pantas tidak ada yang berani untuk mengganggunya walau sekedar berkata “Hay Cantik” muka cantiknya bisa dengan seketika berubah bak seekor macan betina, lalu meninju pria genit yang berkata “Hay Cantik” sampai terjungkal-jungkal di selokan irigasi sawah. Kejadian itu pernah disaksikan sendiri oleh kedua sahabatnya Aster dan Zerik dalam sebuah acara yang mereka selenggarakan sendiri yakni mengunjungi kebun teh di daerah Cipasung Majalengka.
Aster merupakan pemuda berwajah ceria seorang Jawa tulen, memiliki kebiasaan mengisi teka-teki silang dalam kesehariannya ia berkegiatan sebagai seorang mahasiswa disalah satu perguruan tinggi swasta di Jawa, Aster menyukai kegiatan jelajah alam. Saat kedua sahabatnya mengajak untuk berkegiatan mengeksplor dan mencari objek wisata yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai destinasi wisata yang bisa direkomendasikan pada semua orang, dia tidak akan pernah menolaknya tapi dengan syarat kedua temannya harus menunggu waktu yang sekiranya tidak mengganggu jadwal dia kuliah. Biasanya mengambil waktu di hari libur semester, tersebab bukan sehari dua hari mereka mengeksplor alam, paling cepat satu minggu dan paling lama dua minggu.
Sedangkan sosok Zerik sangat misterius sulit ditebak, Zerik merupakan pemuda berusia 24 Tahun lebih tua enam bulan dibandingkan Aster. Zerik menjadi salah satu ketua dalam team eksplorasi tersebut, selain dia yang tertua dibanding kedua sahabatnya, Zerik juga seorang yang sudah dibilang mapan. Jadi tidak heran setiap kegiatan sahabat-sahabatnya tidak perlu hawatir mencari transportasi, Mobil Ofroad Daihatsu Taft Rocky Tahun 1986 siap menghantarkan mereka mengesplorasi alam.
((((Next Read))))
Mereka bertiga sedang duduk diberanda halaman depan rumah Mbah Sutijo, menyimak cerita yang keluar dari Mbah Sutejo dengan hidangan ala kadarnya berupa kentang goreng serta kopi hitam sambil bercengkrama dengan suasana alam dusun yang masih segar, seperti namanya Dusun Ijo memang disini masih sangat alami, hampir dari setiap penduduknya bermata pencaharian sebagai seorang petani, tanah yang subur menjadi keuntungan tersendiri bagi penduduk setempat, bahkan sebagai pemasok persediaan makanan yang menjadikannya sebagai salah satu factor destinasi tujuan Zerik, Aster, dan Belica.
Setelah dirasa cukup menyimak serta mendengarkan cerita Mbah Sutijo, Zerik sebagai salah satu ketua dari sahabat-sahabatnya ia menyampaikan maksud dan tujuan yang hendak mereka lakukan di Dusun Ijo, kepada Mbah Sutijo selaku tetua Dusun Ijo.
“Mbah, Mohon maaf sebelumnya. Saya ingin menyampaikan sesuatu hal terkait maksud kedatangan kami bertiga ke sini, yaitu untuk meminta restu pada Mbah Ijo sebagai orang yang dituakan di dusun ini.” Ucap Zerik dengan hormat pada Mbah Sutijo yang berada tepat dihadapannya.
“Njeh, Sebelum Mbah memberikan ijin, Ada beberapa hal yang ingin Mbah tanyakan pada kalian. Pertama apa tujuan kalian sampai jauh-jauh dari kota datang ke dusun ini?, Yang kedua berapa lama kalian hendak tinggal di dusun ini?, Pertanyaan terakhir sannggup tidak jika Mbah mengajukan syarat yang benar-benar harus kalian jalankan selama di dusun ini, sebagai bentuk mentaati tata tertib norma hukum adat di dusun Ijo!”
“Baik Mbah, saya akan menjawab pertanyaan Mbah tadi. Tujuan kami kesini untuk mencari potensi objek wisata di dusun ini Mbah, Supaya Dusun Ijo ini semakin dikenal keindahannya serta dapat meningkatkan pendapatan dari penduduk disini jika memang tempat wisata disini berpotensi untuk bisa lebih banyak mendatangkan wisatawan. Dan Kami bertiga berencana menginap selama dua minggu, kami hendak menginap di rumah Mbah Ijo selama waktu tersebut jika diperkenankan, masalah biaya penginapan sudah kami sediakan Mbah, Hehe. Apapun persyaratannya kami sanggup Mbah mentaati norma hukum adat disini.” Jelas Zerik, menjawab pertanyaan Mbah Sutijo.
“Jika memang benar itu yang kalian kehendaki, karena tujuannya baik Mbah mengijinkan kalian untuk tinggal disini selama dua minggu. Namun, perlu diketahui! Selama kalian tinggal di Dusun Ijo kalian tidak diperkenankan tidur berdua dengan yang berlainan jenis, antara laki-laki dengan perempuan yang belum menikah di dalam satu kamar, jadi temanmu yang perempuan Mbah persilahkan menempati kamar depan, sedangkan kalian berdua tersebab rumah Mbah yang terbatas kamarnya jika kalian mau tidur di ruang keluarga samping kamar Mbah, nanti Mbah berikan tikar sebagai alas buat kalian istirahat. Dan selama di Dusun Ijo kalian harus hidup sebagaimana penduduk dusun disini, tidak boleh sembarangan makan, kalian hanya dibolehkan memakan segala jenis makanan yang terbuat dari bahan hasil pertanian dusun ini, mulai dari buah-buahan dan sayur-sayuran, pantang bagi kalian memakan daging selama disini harus bisa terbiasa hidup vegetarian. Lalu jangan sembarangan kalian mendekati goa dilereng bukit tanpa mengenakan baju berwarna hijau, jika kalian sampai melanggar satu diantaranya maka kalian akan rasakan sendiri akibatnya.” Mbah Sutijo, menjelaskan persyaratan yang harus diindahkan oleh Belica, Zerik, dan Aster.
“Buset… Vegetarian, seperti Tom Sanchong!” Cletuk, Aster. Tangan Belica dengan cepat memberikan kode supaya Aster diam.
“Terimakasih Mbah, apakah ada lagi persyaratan lain yang harus kami terapkan Mbah?” Tanya Zerik memastikan kembali.
“Tidak ada! Cukup itu saja persyaratan yang harus kalian terapkan selama tinggal di Dusun Ijo.”.
Sementara angin senja mulai datang, pertanda petang akan segera datang. Mbah Sutijo mempersilahkan mereka bertiga masuk dan mengantar ke kamar samping ruang keluarga, Belica akan menempati kamar ini. Aster dan Zerik diantarkan ke ruang keluarga, diruangan keluarga lebarnya sekitar 2 x 3 meter cukup sebagai tempat istirahat mereka berdua, Mbah Sutijo memberikan tikar serta dua bantal untuk Aster dan Zerik.
“Zerik…Zerik… Masa kita hanya diberikan tikar sama bantal saja Zer. Bisa-bisa badanku sakit-sakit nih, Bro Zer!” Bisik Aster pada Zerik.
“Aster kebiasaan kurang baikmu sebagai seorang petualang ya ini. Kebanyakan complain, masih mending kita masih bisa tidur diatas tikar dari pada dibawah pohon beringin diluar sana! Mau kamu Ter?”
“Ogah… Dari pada gue tidur dibawah pohon beringin mending di kursi ruang tamu itu tuh. Ditemani ratu cantik.” Aster bercanda sambil menunjuk lukisan di ruang tamu.
“Eh… Hati-hati Cuk! Kalau ngomong” Zerik mengingatkan Aster supaya tidak berucap sembarangan.
“Takut ya! Haha… Cerita Mbah Ijo tadi tuh gue pernah baca dalam dongeng legenda zaman dulu, paling juga Mbah Ijo karena selain usianya yang sudah tua, dia kebanyakakan nonton sinetron jadi ya Bucin”
(Zerik berpikir sejenak) “Bener juga ya Ter, masa zaman milenial begini masih percaya mitos begitu, bukan hanya di cerita legenda zaman dulu dan sinetron, bahkan sudah ada di permainan games online anroid zaman ini!”
“Haha… Bener gue pernah main, tapi payah hero itu kalah terus. Males deh jadinya main games onlen ngabisin kuota.”
“Makanya cepat lulus Ter… Lalu kerja biar tidak kehabisan kuota. Nih Bantal mu.” Zerik memberikan bantal lalu dia menggelar tikar dan meletakan tas disamping tikar yang telah digelar, “Sini tas mu Ter, taruh disini saja biar tidak sesak”
Aster melirik-lirik ke dinding di ruang keluarga tersebut, “Tidak ada, jam dinding ya Zer?”
“Sepertinya begitu.” Jawab Zerik datar.
“Coba lihat di jam kamu pukul berapa Zer?”
“Pukul 09.20 WIB”
“Tidak, terasa ternyata sudah malam, prasaan waktu disini terasa sangat cepat ya Zer!”
“Nggak, itu menurut perasaanmu saja, Ayo lah istirahat. Mbah Ijo juga sepertinya sudah tidur.”
Krekkk…(Sura pintu kamar depan terbuka), || Belica keluar kamar, “Woi, belum pada tidur, kebetulan. Anterin saya ke belakang bentar.”
“Buset, gue kira kamu tidak takut sama setan Bel, ternyata takut juga. Haha, Zer kamu saja yang anterin saya lagi asik ngisi teka-teki silang nih, Mendatar Ratu bahasa Inggris ‘Queen’”
“Kebiasaan kalau sudah main TTS, asik. Yaudah saya ngalah. Ayo Bel sama saya” Ajak Zerik pada Belica.
Belica ditemani Zerik menuju belakang rumah Mbah Sutijo. “Zer, kamu tunggu disini ya sebentar, jangan ditinggal.” Pinta Belica pada Zerik.
“Oke, tenang saja aman.” Jawab Zerik.
Udara dingin mulai terasa oleh Zerik yang berdiri sambil menunggu Belica selesai menunaikan kebutuhan pribadinya, cerita Mbah Sutijo sore tadi diberanda rumah, itu masih jelas diingatan Zerik, ternyata Zerik telah tersugesti dengan sebuah cerita yang membahas tentang angin berhembus lalu menuju titik pusat pada lukisan di ruang tamu.
Suara angin malam itu cukup kencang mampu menggoyangkan dedaunan pada dahan pohon, Zerik merasakan dirinya ketakutan, ‘’Bel, sudah selesai”
Belica keluar kamar kecil, “Sudah Zer”
“Ayo kembali saya mau istirahat.” Ucap Zerik, menyembunyikan rasa takutnya.
Zerik mempercepat langkahnya agar segera sampai ruang keluarga, Belica mengikutinya dari belakang. Sesampainya di ruang tamu Aster sudah pulas tertidur di atas tikar, Zerik segera menggapai selimut lalu. Belica juga kembali ke dalam kamar setelah mengucapkan ucapan terimakasih pada Zerik. Malam ini menjadi malam pertama mereka bertiga menginap di Dusun Ijo, belum terasa banyak hal-hal aneh yang mereka bertiga alami.
((((Next Read))))
Suara kokokan ayam sudah mulai terdengar, pertanda hari telah pagi. Belica, Aster dan Zerik bersiap untuk memulai hari pagi ini di Dusun Ijo, Eksplorasi mereka segera dimulai. Mesin Mobil Ofroad Daihatsu Taft Rocky Tahun 1986 mulai dipanaskan, renacanya mereka akan menaiki bukit yang terletak dengan jarak sekitar 300 meter dengan rumah Mbah Sutijo, Pemandangan pagi hari disini terasa sangat Indah. Kesejukan angin yang masih bercampur embun, tampak jelas di dedaunan air yang masih mngkeristal lalu menetes ke tangkai dahan pohon.
Mobil Ofroad Daihatsu Taft Rocky terus melaju, pemandangan yang berbeda jauh dengan panorama kota yang dipenuhi hiruk-pikuk kemacetan, polusi udara serta lalu-lalang kegiatan manusia urban. Pemandangan desa jauh lebih asri, dipenuhi pepohonan, bunga, palawijah yang ditaman para petani. Petani-petani itu sangat riang gembira menyambut pagi, dengan semangat menggendong wadah penyemprotan pupuk serta spray pembasmi hama tanaman.
Sebenarnya banyak lahan dan sawah terbentang luas di Tanah Air kita, namun dampak urbanisasi yang mendorong manusia melakukan perusakan yang berdampak pada perusakan alam. Hal itulah yang mendasari manusia urban untuk terus melakukan upaya ekspoitasi sumber daya alam, mulai dari penebangan hutan, pembangunan dibantaran sungai, serta pembangunan kawasan Industri pada lahan produksi.
Berbeda jauh dengan pemikiran penduduk Dusun Ijo, yang mungkin masih dianggap tertinggal, meski mereka sudah menggunakan teknologi diberbagai kehidupannya. Namun, mereka tetap berkeyakinan jika sumber kehidupan mereka ada di Dusun, sebagai seorang petani.
Justru memang benar sebenarnya tonggak utama pembangunan ekonomi itu terdapat di desa. Desa-lah yang telah menyokong persediaan kebutuhan penduduk desa dan kota, potensi inilah sebenarnya jika kita mampu melihat dan dikembangkan sebagai salah satu titik tolak pembangunan ekonomi ini sebagai jawaban dari semua permasalahan ekonomi adalah perdesaan.
Lihat di Negara-Negara yang tidak memiliki lahan yang luas seperti Singapura, dan Jepang. Mereka justru menginginkan memiliki sebuah lahan untuk ditanami palawijah, tapi di Negeri yang subur makmur loh jinawi, aman tentrem kerta raharjo seperti Indonesia penduduknya terdoktrin dengan arus urbanisasi, sehingga mereka lebih malu menjadi petani, malu hidup sebagai orang desa yang notabene dianggap katro dan kampungan.
Lihatlah contoh penduduk Dusun disini, mereka tampak riang gembira, dengan muka wajah ceria, tidak sebal walau terbiasa makan dengan sayur dan sambal. Menu favorit bagi penduduk dusun itu sederhana, yang terpenting dalam priuk terdapat nasi, mereka sudah sangat bersyukur walau lauknya hanya sayur dan sambal.
Itulah hebatnya mereka memaknai makna Holotus-Kuntul-Baris (Gotong royong), menerapkannya sehingga dapat menjiwai hidup aman, ayem tentrem kerto raharjo... Sama maknanya dengan Gemah Ripah Loh Jinawi, Rame Ing Gawe Suci Ing Pamrih (Menciptakan ketentraman, kesuburan, keamanan. Melalui Bersama-sama berbuat baik tanpa harus selalu mengedepankan pamrih).
Mengapa Bangsa ini oleh Founder Father Moyang bangsa, selalu menanamkan Holotus-Kuntul-Baris, itu untuk menemukan bagaimana seharusnya kehidupan bangsa berjalan. Jika kita diajarkan hanya terfokus pada hasil, ketika hasilnya Nihil, yang ada tidak lagi bersemangat jadilah Nihilis...Nihilis...Nihilis... Itulah awal dari ketidak percayaannya pada kehebatan Tuhan. Tapi bangsa kita ini bangsa yang percaya pada Tuhan orang Yunani kuno sebut 'Theosentris'. Maka tidak bisa dipisahkan kepercayaan pada Tuhan pada bangsa Indonesia dalam kehidupan kesehariannya.
((((To Be Continue))))
Related Posts: