Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Usia Dini

 


Bameswarablogs.com -- Membangun sebuah karakter memang seharusnya dilakukan sejak dimulai dari usia dini, agar dapat hidup tertib, menghargai hak orang lain, sabar, disiplin diri, berintegritas, bertanggung jawab, peduli, setia pada komitmen, dan memiliki prioritas hidup.

Dimana pendidikan karakter dikutif dari Ratna Megawangi, ada tiga unsur mutlak yang harus ada dalam pendidikan karakter, diantaranya : 1. Knowing The Good, maksudnya anak tidak hanya tahu tentang hal-hal baik tetapi perlu mengetahui mengapa mereka harus melakukan tindakan baik tersebut. 2. Feeling the good, membangkitkan rasa cinta anak untuk senantiasa melakukan hal-hal yang baik, seorang anak dilatih untuk melakukan sesuatu perbuatan baik yang dilakukan. 3. Acting the good, dimana seorang anak dilatih untuk melakukan perbuatan mulia, dimana suatu perbuatan baik memang harus perlu latihan. Dan dirasa penting melihat dari suatu cara pembamgunan karakter harus dimulai pada pendidikan anak di usia dini.

Seringnya kita mendengar istilah tersebut dengan sebutan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dimana jenjang pendidikan ini merupakan jenjang pendidikan yang sangat mendasar sebelum seorang anak melanjutkan pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini sebenarnya dimulai sejak seorang anak lahir hingga berusia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pada anak untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non-formal, dan informal.

PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada perletakan perletakan dasar menuju arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan prilaku serta agama) bahasa serta komunikasi yang baik, sesuai dengan kemampuan diri dan tahap perkembangan yang dilalui oleh anak sesuai usianya.

Dewasa ini sangat miris dimana kemerosotan tutur bahasa pada anak-anak usia dini yang memang tidak pantas sesuai usianya, satu karena faktor lingkungan dan peren serta orang tua yang melakukan pembiaran, dan tentunya efek negatif dari perkembangan arus globalisasi yang mana tidak bisa terbendung karena memang itu merupakan suatu yang harus dihadapi di era digital.

Maka perlunya menekankan pada prinsip dasar pendidikan anak usia dini (PAUD) yang memiliki tujuan utamanya untuk membentuk anak-anak di Indonesia bahkan seluruh dunia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada saat dewasa. Tujuan penyertaannya untuk mencapai kasiapan pembelajaran secara akademik di sekolah dan secara emosional berdasarkan etika spritual.

Menurut Pasal 28 UU Sidiknas No.20/2003 ayat 1 yang dimaksud anak usia dini yaitu usian 0-6 tahun. Sementara menurut beberapa praktisi penyelenggara, pendidikan anak usia dini dan penyelenggaraannya dibeberapa negara, pendidikan anak usia dini dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Ruang lingkup pendidikan anak usia dini: 0-1 tahun, 2-3 tahun, 3-6 tahun, dan 6-8 tahun (awal memasuki sekolah dasar).

Masa bawah tiga tahun (balita) merupakan usia yang rentan dan sensitif, anak belajar melalui seluruh panca indra yang ia miliki, seorang anak mengetahui sesuatu hal dari apa yang ia lihat, ia dengar, ia sentuh, ia cium dan mengecap.

Pada masa kanak-kanak ini seorang anak bisa mendapatkan pengalaman baru yang menstimulasi kelima indranya melalui lingkungan sekitarnya, yaitu rumah merupakan rumah terbaik bagi balita. Orang tua harus melihat bahwa inilah masa emas seorang anak untuk bisa tumbuh dan berkembang, dimana orang tua sebagai gurunya harus memberikan waktu untuk mengajarinya dengan cara bermain, mengenalkan mereka dengan berbagai hal kegiatan sehari-hari yang juga dapat menumbuhkan kecerdasan anak, saat seorang Ibu memasak misalnya kenalkan pada mereka tentang nama-nama bahan dan nama-nama jenis sayruan, alat untuk memotongnya dan kegunaan proses tersebut. Bahkan segala macam perabot yang digunakan pada saat digunakan atau dicuci perkenalkan nama-namanya dan jelaskan aktifitas mencuci dan mencuci tangan pada saat sebelum dan selesai makan.

Sebenarnya banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengajarkan anak, akan tetapi mungkin karena rendahnya kualitas akademik orang tua dalam hal ini justru sering menggunakan dengan nada-nada yang terkesan kurang mendidik, sebeagai seorang yang berpendidikan seharusnya melihat momen-moment ini sebagai momen untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kebiasaan pada seorang anak.

Beberapa permainan seperti permainan puzzel bergambar, ajarkan anak-anak untuk menyusun gambar yang acak tersebut untuk melatih sistem motorik pada otak, dan kenalkan beberapa huruf-huruf atau mengajarkan anak-anak untuk menulis atau membuat suatu gambar, jangan biarkan kreativitas mereka tergadaikan oleh sebuah permainan yang justru membawa dampak yang tidak memberikan efek baik bagi perkembangannya di usia balita.

Pada saat menagajarkan mengambar misalnya ajarkan anak-anak menggunakan berbagai warna seminimal-minimalnya tujuh warna dan diajarkan nama-nama warna tersebut dengan benar, serta menyuruh menyebutkan nama-nama warna tersebut itu merupakan suatu cara untuk melatih kecerdasan visual. Anda sebagai orang tua juga harus bisa memberikan gambaran visual misalnya pada buah-buahan, binatang, atau benda-benda lainnya, biarkan anak-anak melukis sesuai dengan pengetahuannya akan warna-warna tersebut.

Tidak sebatas itu mendidik anak-anak sebenarnya memiliki berbagai macam cara, misalnya belajar membaca buatlah iringan dengan lagu A, B, C, D...., dimana melalui lagu maka mereka akan menjadikannya sebagai pelajaran favorit sepanjang masa. Pendidikan anak usia dini memang harusnya sedemikian rupa sehingga mereka dapat bersenang-senang sambil belajar. Perlu diingat bahwa pendidikan terbaik bukan hanya tentang pengaplikasian atau penerapan yang telah dipahami bukan hanya sekedar hafalan.

Saat keluar rumah ajarkan anak tentang nama-nama benda-benda yang ada disekitar pekarangan, misalnya nama-nama bunga, tumbuhan dan lain sejenisnya yang bisa dieksplorasi bersama. Dengan mempelajari bunga-bunga dan benda-benda disekitar seorang anak dapat memahami beberapa warna, bentuk dan tekstur dari bunga atau benda tersebut, dan aroma. Itu akan memberikan pengalaman yang sangat berharga dari seorang balita untuk memahami bentuk konkret suatu benda atau kegiatan yang dilakukan.

Bagi seorang kanak-kanak yang terpenting adalah komunikasi dengan bahasa yang baik. Ia akan menyerap segala yang diperkenalkan kepadanya. Tanpa harus duduk di suatu kelas. Seorang anak dapat belajar semua pengetahuan baru di rumahnya, maka oarang tua harus menggunakan kata-kata yang jelas dan mudah dimengerti, sebagaimana, seseorang yang dikatakan telah paham akan sesuatu yaitu ketika dia mampu menjelaskan pada anak usia 6 tahun, jika tidak maka orang tersebut sudah pasti belum bisa dikatakan memahami sesuatu.

Apablia ingin mengajarkan anak untuk bersoasialisasi, kumpulkan dengan anak-anak lainnya untuk bermain bersama tetapi harus memperhatikan tingkah laku mereka apabila terdapat sesuatu yang kurang baik, nasihati dengan memberitahunya bahwa sesuatu itu kurang baik, ini juga merupakan momen sosialisasi orang tua dengan orang tua lainnya untuk memberikan pedidikan edukasi pada generasi penerus dimulai dari komplek lingkungan sosial perumahan.

Meskipun dimasa anak-anak sebenarnya seorang anak lebih senang bermain sendiri, fungsi teman pada masa balita sebenarnya belum bisa dipahami mereka dengan memaknainya. Tujuan mempertemukan mereka dengan teman-temannya merupakan sesuatu cara agar bisa memberikan kelancaran dalam bersosialisasi.

Memaksimalkan peran keluarga, balita dapat mencapai tahapan tumbuh kembang yang ketika orang tua sibuk dengan urusan diluar rumah, maka tugas pengasuh atau baby sister harus bisa menggantikan peran orang tuanya, jika dirasa pengasuh atau baby sister itu kurang mampu dalam menggantikan maka solusinya adalah menitipkan dilingkungan pendidikan anak usia dini (PAUD).

Dimana PAUD anak-anak dapat dengan cepat bersosialisasi dengan anak-anak seusianya, terbiasa bersosialisasi dengan teman akan memberikan dampak pada kemampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan atau beradaptasi yang tujuannya sudah siap saat memasuki jenjang pendidikan dasar.

Lembaga PAUD yang baik seharusnya memberikan sesuatu yang memang dapat memberikan tumbuh kembang seorang anak, misalnya dengan mendekorasi ruangan dengan penuh warna-warna, menjauhkan benda-benda yang berbahaya seperti pisau, gunting, cutter yang dapat melukai anak-anak, menyediakan peralatan permainan yang lengkap yang diperlukan oleh anak-anak karena bisa jadi permainan di rumah memiliki keterbatasan.

Namun dilain sisi PAUD memiliki keterbatasan tempat dan waktu, sementara PAUD sekarang ini lebih menekankan anak-anak untuk belajar bukannya belajar sambil bermain, Anda harus memahami dan membedakan 'Mendidik untuk belajar' dan 'Bermain sambil mendidik' dua kata tersebut sangat bertolakan yang mana mendidik untuk belajar tidak tepat dterapkan pada anak usia dini, akan tetapi bermain sambil belajar yang lebih sesuai dengan karakter balita.

Mengapa mendidik untuk belajar diusia dini dengan mamaksa mengerjakan tugas-tugas justru hal tersebut dapat memberikan efek jera dikemudian hari pada seorang anak untuk belajar, seorang anak yang dipaksa belajar keras diusia dini justru akan menganggap bahwa belajar bukan suatu pelajaran yang menyenangkan. Disinilah peran orang tua untuk lebih jeli memilih tempat mana yang sesuai dengan kebutuhan balita, carilah PAUD yang benar-benar mengajarkan anak cara bermain untuk melatih otak bukan belajar.

Pilihlah pendidikan yang menekankan pembangunan karakter dan bermutu, pendidikan yang demikian akan membawa insan-insan (manusia) yang berkarakter dan bermutu pula, itulah sebabnya menjadikan PAUD sebagai pembangunan karakter diusia dini sangat perlu dan menjadi urgen, karena harus mulai menyadari bahwa dari sekian puluh tahun Indonesia merdeka sebagai suatu bangsa Indonesia belum bisa dikatakan berhasil membangun pembangunan karakter (Charakter Building). Padahal pembangunan karakter dilakukan dimasa kanak-kanak merupakan persoalan yang fundamental dalam pembangunan suatu bangsa. Absrudnya pembangunan bangsa dewasa ini, salah satu penyebabnya adalah karena kepemimpinan nasional banyak dikendalikan oleh orang-orang yang justru gagal membangun karakter.

Padahal gagasan-gagasan pembangunan karakter pendidikan sudah dikemukakan tokoh-tokoh misalnya filosofis yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara terkait pendidikan ada tiga unsur yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada (Di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah memberi ide atau gagasan agar keadaan lebih maju), Tutwuri Handayani (yang dibelakang mendukung terhadap program yang ditetapkan).

Gagasan-gagasan yang ada tersebut seharusnya dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam pendidikan dan pembangunan karakter, dengan memperhatikan pendekatan komunikatif, moral, dan refleksi diri. Lebih lagi pada pendidikan usia dini harus bisa memberikan sesuatu yang lebih memberikan sesuatu yang menyenangkan pada anak-anak untuk bermain seambil belajar bukan belajar dan belajar, karena otak balita belum bisa dipaksa untuk belajar dan belajar, tetapi bermain sambil belajar, akan ada waktunya sendiri sesuai dengan tumbuh kembang seorang anak.

 

 

Ditulis oleh : Bameswara (4 Juni 2022)

Photo by Van Tay Media on Unsplash

Related Posts:

0 Response to "Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Usia Dini"

Post a Comment